ILMU SOSIAL DASAR : ANAK-ANAK CENDERUNG MENIRU ADEGAN DI
TELEVISI
Disusun Oleh:
Nama / NPM : Nila Nur Andriani /35416427
Kelas : 1ID05
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2017
Ilmu Sosial Dasar
Ilmu Sosial Dasar
(ISD) merupakan salah satu Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) di perguruan tinggi di
Indonesia. Tema pokok perkuliahan ISD sebagai bagian dari MKDU adalah hubungan
timbal balik antara manusia dengan lingkungannya. Hubungan tersebut dapat mewujudkan
adanya kenyataan-kenyataan sosial dan masalah-masalah sosial dan inilah yang
menjadi pusat perhatian dari Ilmu Sosial Dasar dan yang penelaahannya
menggunakan pendekatan berbagai disiplin (interdisiplin dan atau multidisiplin)
dengan memanfaatkan pengertian-pengertian (fakta, konsep, teori) yang berasal
dari lapangan ilmu-ilmu sosial seperti : sejarah, ekonomi, geografi sosial,
sosiologi, antropologi dan psikologi sosial.
Secara harfiah, Ilmu
Sosial Dasar adalah pengetahuan yang menelaah masalah-masalah sosial, khususnya
yang diwujudkan oleh masyarakat Indonesia dengan menggunakan pengertian-pengertian
(fakta, konsep, teori) yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian
dalam lapangan ilmu-ilmu sosial seperti: sejarah, ekonomi, geografi sosial,
sosiologi, antropologi, psikologi sosial. Ilmu Sosial Dasar tidak merupakan
gabungan dari ilmu-ilmu sosial yang dipadukan, karena masing-masing sebagai
disiplin ilmu memiliki obyek dan metode ilmiahnya sendiri-sendiri yang tidak
mungkin dipadukan. Ilmu Sosial Dasar bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri,
karena Ilmu Sosial Dasar tidak mempunyai obyek dan metode ilmiah tersendiri dan
juga ia tidak mengembangkan suatu penelitian sebagai mana suatu disiplin ilmu,
seperti ilmu-ilmu sosial di atas.
Ilmu Sosial Dasar
merupakan suatu bahan studi atau Program Pengerjaan yang khusus dirancang untuk
kepentingan pendidikan/pengajaran yang di Indonesia diberikan di Perguruan
Tinggi. Tegasnya mata kuliah Ilmu Sosial Dasar diberikan dalam rangka usaha
untuk memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang
dikembangkan guna mengkaji gejala-gejala sosial agar daya tanggap, persepsi dan
penalaran mahasiswa dalam menghadapi lingkungan sosialnya dapat ditingkatkan,
sehingga lebih peka terhadapnya.
Sebagai salah satu
dari Mata Kuliah Dasar Umum, Ilmu Sosial Dasar mempunyai tujuan pembinaan
mahasiswa agar mahasiswa dapat memahami dan menyadari adanya kenyataan-kenyataan
sosial dan masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat, peka terhadap
masalah-masalah sosial dan tanggap untuk ikut serta dalam usaha-usaha
menanggulanginya, menyadari bahwa setiap masalah sosial yang timbul dalam
masyarakat selalu bersifat kompleks dan hanya dapat mendekatinya
(mempelajarinya) secara kritis-interdisipliner, memahami jalan pikiran para
ahli dari bidang ilmu pengetahuan lain dan dapat berkomunikasi dengan mereka
dalam rangka penanggulangan masalah sosial yang timbul dalam masyarakat.
Materi Ilmu Sosial
Dasar terdiri atas masalah-masalah sosial. Untuk dapat menelaah masalah-masalah
sosial, hendaknya terlebih dahulu kita dapat mengidentifikasi kenyataan-kenyataan
sosial dan memahami sejumlah konsep sosial tertentu. Sehingga dengan demikian
bahan pelajaran Ilmu Sosial Dasar dapat dibedakan atas tiga golongan, yang
pertama kenyataan-kenyataan sosial yang ada dalam masyarakat, yang secara
bersama-sama merupakan masalah sosial tertentu. Kedua, konsep-konsep sosial
atau pengertian-pengertian tentang kenyataan-kenyataan sosial dibatasi pada
konsep dasar atau elementer saja yang sangat diperlukan untuk mempelajari
masalah-masalah sosial yang dibahas dalam Ilmu Pengetahuan Sosial. Ketiga,
masalah-masalah sosial yang timbul dalam masyarakat, biasanya terlibat dalam
berbagai kenyataan-kenyataan sosial yang antara satu dengan lainnya saling
berkaitan.
Ruang lingkup
perkuliahan Ilmu Sosial Dasar diharapkan mempelajari dan memahami adanya
berbagai masalah kependudukan dalam hubungannya dengan perkembangan masyarakat
dan kebudayaan, masalah individu, keluarga dan masyarakat, masalah pemuda dan
sosialisasi, masalah hubungan antara warga negara dan negara, masalah pelapisan
sosial dan kesamaan derajat, masalah masyarakat perkotaan dan masyarakat
pedesaan, masalah pertentangan-pertentangan sosial dan integrasi, serta pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Anak-anak Cenderung Meniru Adegan di Televisi
Memasuki abad ke-21
saat ini, masyarakat dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa dunia telah diliputi
oleh beragam informasi yang masuk dan keluar demikian bebas dan terbuka
seakan-akan wilayah satu dengan lainnya tiada sekat. Kecenderungan global dalam
hal informasi ini menciptakan interaksi dan interelasi demikian pendek, baik
hubungan antarmanusia maupun antarnegara. Arus informasi yang tersalurkan
melalui berbagai media ini dapat diperoleh atau sampai pada masyarakat dengan
mudah dan cepat. Pesan-pesan atau nilai-nilai apapun yang terkandung dalam
informasi tersebut dapat diserap oleh audience
‘penyimak’ secara langsung atau tidak langsung. Marshal Mc. pada 20 tahun yang
lalu telah memperkirakan bahwa media menghasilkan pengaruh sosial dan
psikologis pada audience, termasuk
hubungan sosial yang khusus serta bentuk kesadaran dan cara berpikir yang
khusus pula dengan isi yang disampaikan dalam keadaan yang sangat luas.
Arus informasi yang
cepat melalui media massa berdampak pada aktivitas manusia yang membuat
peradaban berubah menjadi global. Media massa adalah sebuah ungkapan yang
mengandung pengertian sebagai proses penyampaian berita melalui sarana teknis
untuk kepentingan umum dengan kelompok sasaran yang besar, di mana penerima
dapat merespon berita yang telah diterima secara langsung. Ungkapan makna
meliputi kegiatan dalam jangkauan yang tidak terbatas baik melalui auditif
maupun visual, dan atau keduanya.
Saat ini, di
negara-negara industri setiap keluarga memiliki berbagai macam alat/media
elektronik atau media cetak, baik berupa radio, televisi, VCD, komputer, koran,
majalah, dan buku-buku. Baik orang dewasa maupun anak sudah tidak asing lagi terhadap
benda-benda tersebut. Melalui media tersebut mereka dapat menerima informasi
dan pengalaman yang tidak mereka temukan sebelumnya. Dengan demikian, media
tersebut sangat efektif sebagai sarana dalam dunia pendidikan. Media dapat
menambah pengetahuan dan membentuk perkembangan kemampuan serta keterampilan
anak. Media massa akan memperluas lingkungan dan bentuk-bentuk baru dari
pengalaman mereka.
Bagi anak-anak dan
remaja, media massa merupakan sumber informasi penting tentang dunia sekeliling
mereka. Banyaknya jumlah informasi yang mereka peroleh akan memberi atau
meningkatkan wawasan serta pola pikir yang lebih maju dan juga kreatif. Dengan
demikian, informasi menjadi kebutuhan yang penting bagi setiap insan, tidak
hanya bagi remaja maupun anak-anak. Media massa selain memberikan informasi dan
membawa hasil budaya ke dalam rumah, ia juga berperan sebagai media hiburan.
Dengan demikian, media massa dapat berfungsi sebagai pelengkap dalam dunia
pendidikan, lebih khusus lagi bagi pendidikan anak-anak. Bagi anak-anak yang
tidak memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan pendidikan formal, media
massa dapat berperan sebagai pemberi informasi dan hiburan. Media ini
menyajikan hubungan yang sangat penting antara individu dengan masyarakat.
Media massa selain
memiliki sisi positif seperti yang telah dipaparkan, ia juga dapat menimbulkan
dampak negatif atau menimbulkan problema tertentu, terutama di negara-negara
industri. Sebagaimana dikemukakan oleh Tandowidjojo, ada sejumlah alat
komunikasi massa yang kehadirannya tidak dapat dihindari. Alat-alat komunikasi
seperti radio, koran, televisi, dan komputer telah mengubah rangsangan
pendengaran dan penglihatan dalam rumah tinggal. Begitu banyak dan kuatnya arus
informasi yang luar biasa itu, justru telah menjadikan media gagal mencukupi
kebutuhan anak remaja. Hampir semua orang tua berpendapat bahwa anak-anak
mereka lebih memilih media massa sebagai media hiburan daripada media untuk
belajar meningkatkan pengetahuannya. Selain itu, anak-anak juga lebih senang
membeli buku-buku komik daripada membeli buku pelajaran atau buku-buku
pengetahuan. Anak-anak juga lebih senang membuka-buka internet dan mendengarkan
musik di radio atau kaset lagu kesenangannya daripada memikirkan bagaimana
meningkatkan pengetahuan diri atau keterampilan yang sangat bermanfaat bagi
dirinya. Anak-anak dan remaja memang telah menjadi sasaran empuk dari
penyalahgunaan media massa.
Terdapat pro dan
kontra tentang manfaat penggunaan media massa, di satu sisi secara tidak
langsung dapat memberikan informasi dan pengalaman kepada anak dan remaja. Di
sisi lain, media dapat menimbulkan harapan-harapan palsu atau menghalangi
pencerahan pengalaman anak itu sendiri. Lebih-lebih jika media tersebut
menampilkan materi acara yang isinya tidak bernilai pendidikan seperti yang
diharapkan. Misalnya, acara-acara yang ditampilkan dari media massa tersebut
banyak yang mengandung unsur-unsur kekerasan, nafsu birahi, konflik terbuka,
dan sebagainya yang semuanya itu hanyalah merupakan suatu bentuk kenikmatan
yang semu dan berjangka waktu relatif singkat. Pada kenyataannya, kondisi
tersebut disikapi oleh masyarakat dengan beragam tanggapan. Ada di antaranya
yang melihat bahwa kesenjangan pendidikan di masyarakat sangat beragam
menangkap media informasi yang sampai kepadanya. Lebih lagi dari isi pesan yang
disampaikan media, seperti kekerasan, seks, hilangnya rasa kemanusiaan dan
solidaritas, kemalasan, dan sebagainya.
Kemajuan budaya
yang sangat pesat ditandai dengan hadirnya media massa pada era informasi di
tengah-tengah masyarakat. Untuk memperoleh informasi dan hiburan masyarakat
dapat memilih media massa yang disukai baik televisi, radio, video game, surat
kabar, komputer, dan sebagainya. Namun demikian, kebutuhan masyarakat akan informasi
dan hiburan yang sarat dengan pendidikan kurang terpenuhi oleh berbagai media
massa yang ada. Sebagai contoh, acara televisi yang disajikan sangat sedikit
porsi untuk pendidikan, tetapi lebih memprioritaskan segi untung rugi dari
setiap penayangannya. Di samping itu, kurang memerhatikan dampak yang telah
ditayangkan bagi perkembangan anak khususnya maupun khayalan-khayalan yang
merasuk pada setiap pemirsa. Jika diperhatikan sesungguhnya dalam kenyataan
terdapat kecenderungan bahwa penonton televisi telah didominasi oleh kalangan
anak-anak dan remaja yang justru banyak terkena dampak siaran televisi
tersebut.
Keunggulan media televisi jika dibandingkan dengan media lain adalah:
1.
Mudah masuk ke
sasaran pemirsa, sehingga dapat dengan mudah memengaruhi perilaku manusia.
2.
Lebih menarik dari
segi hiburan karena dengan pengolahan teknologi yang canggih.
3.
Memiliki daya
jangkau yang luas.
4.
Dapat memberikan
informasi yang aktual dalam tempo yang bersamaan dan cepat.
5.
Memiliki dunia
bisnis.
6.
Lebih murah dalam
pembiayaan, dan lain-lain.
Sebagai media massa, televisi seharusnya mampu melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1.
Melakukan seleksi,
evaluasi, dan interpretasi terhadap informasi (televisi harus melakukan seleksi
mengenai apa yang perlu dan pantas untuk ditayangkan).
2.
Sebagai sarana
untuk menyampaikan nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
3.
Sebagai media
hiburan, televisi sesuai fungsinya itu orang akan menyaksikannya.
Sampai saat ini,
stasiun televisi yang ada di Indonesia yang menunjukkan tingkat kepedulian yang
serius terhadap pendidikan anak dalam tayangan siaran-siarannya masih sangat
sedikit. Walaupun begitu, pernah ada dalam sejarah pertelevisian di negara ini
sebuah stasiun televisi yang mengkhususkan diri dalam bidang pendidikan ini.
Sebagaimana kita ketahui, saat ini keberadaan televisi di Indonesia bagaikan
jamur yang bersemi di musim hujan. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa
stasiun televisi yang perannya sangat strategis tersebut tidak berusaha
mengoptimalkan perannya sebagai media pendidikan. Hal tersebut tampaknya tidak
mudah untuk dijawab secara sederhana karena keberlangsungan siaran televisi
sangat tergantung pada dana yang menopang siarannya. Dengan demikian, tampaknya
hal itu tidak lepas dari subsidi pemerintah, penjualan airtime untuk iklan, sponsor, dan faktor lain yang ikut berperan
serta dalam keberlangsungan sebuah siaran.
Kekhawatiran
masyarakat terhadap siaran televisi yang karena tidak memihak pada pemirsa
dapat dikatakan sudah sangat memprihatinkan. Namun demikian, ada juga
pihak-pihak tertentu yang sangat menyambut gembira dengan membanjirnya media
massa tersebut. Menurut Wardiman, siaran televisi turut memberikan kontribusi
terhadap maraknya kenakalan remaja. Hal tersebut didukung hasil penelitian
bahwa tayangan film televisi untuk anak-anak lebih banyak menunjukkan
adegan-adegan anti-sosial bila dibandingkan dengan adegan-adegan prososial. Pendapat yang berlawanan dengan
pendapat tersebut di atas datang dari pihak TV swasta itu sendiri, yaitu kurang
begitu yakin kalau tayangan televisi mempunyai pengaruh buruk terhadap perilaku
masyarakat (baca: anak). Hal tersebut merupakan hal yang wajar sebagai
pembelaan diri. Demikian pula pendapat Handiyanto yang menyatakan bahwa media
massa sebenarnya hanya menimbulkan efek yang kecil bahkan tidak menimbulkan
efek apa pun pada khalayak yang selektif.
Tetapi ada beberapa
bukti menunjukkan bahwa televisi memengaruhi pandangan anak-anak terhadap
realitas sosial sangat melimpah. Salah satunya adalah televisi pada umumnya
menyajikan pandangan-pandangan yang stereotip mengenai peranan laki-laki dan
terutama wanita. Sejumlah kajian menunjukkan bahwa pemirsa yang senang menonton
televisi sejak umur tiga tahun memiliki pandangan yang stereotip tentang peran
pria wanita dibandingkan dengan para penonton biasa lainnya. Selain itu,
anak-anak perempuan yang menonton acara-acara komersial yang menekankan
pentingnya kecantikan fisik cenderung lebih setuju dengan pernyataan bahwa
kecantikan itu secara pribadi sangat didambakan dan kecantikan itu penting
artinya agar populer di kalangan laki-laki. Pengaruh komersial lain yang
menunjukkan bahwa anak-anak dari semua kelompok umur cenderung menganggap
ciri-ciri dari acara komersial untuk mainan anak-anak perempuan itu sebagai
ciri-ciri wanita, sedangkan ciri-ciri acara komersial untuk mainan laki-laki
sebagai ciri laki-laki, dan anggapan ini semakin kuat seiring bertambahnya
umur.
Pro dan kontra
pendapat tentang dampak pertelevisian, sebenarnya tidak perlu diperdebatkan
karena memang akan selalu terjadi dua kubu, yaitu kubu positif dan kubu negatif
pada setiap hal. Untuk itu, perlu dihindari hal-hal yang merugi dan prioritas
yang menimbulkan hal yang positif. Dengan kata lain, hal-hal yang negatif perlu
diminimalisasi dan yang menguntungkan orang banyak perlu mendapat dukungan dari
semua pihak. Berdasarkan latar belakang dan realita di lapangan, terdapat berbagai
permasalahan yang berhubungan dengan hal di atas. Pada kesempatan ini
pembahasan hanya menitikberatkan pada bagaimana pengaruh media massa terhadap
perubahan perilaku anak.
Salah satu kasus
tentang dampak negatif siaran televisi yang memengaruhi perilaku anak dimuat
dalam kompas.com pada Senin, 28 Mei 2012 pukul 22:49 WIB “Adit (5 tahun) asyik
menonton film kartun yang ditayangkan sebuah stasiun televisi. Ketika si
‘jagoan’ di film itu berhasil memukul lawannya sampai terkapar, balita itu
bersorak senang, sementara pengasuh yang mendampinginya, sibuk menulis layanan
pesan singkat (sms). Setiap hari berbagai stasiun televisi menayangkan film dan
sinetron yang penuh dengan adegan kekerasan dan mistik yang ditonton oleh
keluarga termasuk anak-anak. Hasil kajian Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia,
misalnya mencatat, rata-rata anak usia sekolah dasar menonton televisi antara
30-35 jam setiap minggu. Artinya pada hari-hari biasa mereka menonton tayangan
televisi lebih dari 4-5 jam sehari. Sementara di hari Minggu bisa 7-8 jam. Jika
rata-rata 4 jam sehari, berarti setahun sekitar 1.400 jam. Ini berarti
anak-anak meluangkan lebih banyak waktu untuk menonton televisi daripada untuk
kegiatan apa pun, kecuali tidur. Pada umumnya anak-anak selalu meniru apa yang
mereka lihat, tidak tertutup kemungkinan perilaku dan sikap mereka akan meniru
kekerasan yang ditayangkan di televisi yang mereka tonton. Bentuk peniruan yang
dilakukan anak-anak adalah ucapan kasar, menendang, memukul, mendorong, saat
bermain dengan temannya. Hal ini disebabkan karena tidak diawasinya anak-anak
dengan baik saat menonton televisi meski di layar diterakan kata-kata dengan
bimbingan orangtua (BO), dewasa (DW) dan remaja (R).”
Sebagai media audio
visual, televisi mampu merebut 94 persen saluran masuknya pesan-pesan atau
informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga. TV mampu membuat
orang pada umumnya mengingat 50 persen dari apa yang mereka lihat dan dengar
dilayar, walaupun hanya sekali ditayangkan. Kekuatan media televisi dan film dapat
membahayakan rangsangan emosi dalam situasi yang tidak memiliki konsekuensi
dengan media, nyata benar-benar dapat menghilangkan kepekaan perasaan
seseorang. Kekerasan yang ditayangkan di televisi membuat anak-anak justru
lebih dapat melakukan tindakan menyerang kepada anak-anak lainnya dan secara
emosional kurang memberikan reaksi terhadap kekerasan itu sendiri. Ketika
mereka melihat seseorang yang benar-benar terbunuh menganggap hal itu bukan
merupakan persoalan yang benar, mereka mengira hatinya telah berubah menjadi
sekeras batu karang.
Hal di atas terjadi
karena anak menyaksikan acara yang tidak sesuai dengan perkembangan jiwanya.
Misalnya, anak di bawah umur menyaksikan adegan film yang seharusnya tidak
boleh disaksikan oleh anak seusianya. Pengaruh media elektronik pada tingkah
laku anak amat membahayakan untuk jangka panjang. Selain itu, hal ini juga
disebabkan oleh kurangnya pengawasan dan kurangnya kesadaran orang tua terhadap
dampak kebebasan media yang kurang baik terhadap anak-anak. Memang dengan media
massa, anak akan mudah memperoleh pengetahuan baru dan wawasan baru, yang dapat
meningkatkan kreativitas anak. Di samping itu, media massa juga dapat menjadi
pengisi waktu dan juga sebagai hiburan. Namun, di Indonesia porsi hiburan ini
begitu mendominasi sehingga amat mengkhawatirkan bagi pendidikan anak. Dalam
keadaan tersebut media sering mengambil peran yang tidak menguntungkan bagi
perkembangan anak, baik fisik maupun psikis. Pihak TV kurang meyakini bahwa
tayangan mereka dapat membawa pengaruh negatif terhadap perilaku anak.
Kasus tersebut
dapat diselesaikan dengan beberapa solusi. Yang pertama, orang tua perlu
mendampingi anak-anaknya saat menonton televisi. Orang tua harus matikan
televisi apabila saluran televisi tersebut menayangkan berita atau film
kekerasan, serta memberikan pemahaman kepada anak-anak tentang tayangan mana
yang bisa mereka tonton dan mana yang tidak boleh. Kemudian, orang tua harus
membekali anak-anak mereka dengan nilai-nilai moral, terlebih lagi nilai-nilai
agama sejak dini. Lalu, orang tua juga harus mencarikan alternatif kegiatan
yang akan membuat anak tertarik dan senang sekaligus membuat anak melupakan
tontonan televisi yang mencandukan, misalnya dengan memberikan anak les sesuai
dengan bakatnya, seperti les musik, balet, dan lain-lain, karena hal tersebut
selain menghindarkan anak dari kecanduan televisi juga dapat meningkatkan
keterampilan dan bakat anak.
Selanjutnya, pihak
pengelola media massa juga harus memprioritaskan dampak positif khususnya pada
anak dan meminimalisasi dampak negatif. Pengelola program tayangan televisi
mempunyai tanggungjawab untuk melakukan penyaringan acara-acara yang
ditayangkan, acara yang tidak pantas harus dikurangi, karena Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) yang memiliki peran sebagai lembaga pengontrol program tayangan
televisi dapat memberikan peringatan bahkan menghentikan tayangan televisi yang
tidak sesuai dengan aturan dan budaya Indonesia. Kekhawatiran orang tua kepada
anak-anaknya terhadap beberapa tayangan televisi harus menjadi motivasi dan
tantangan pihak pengelola program tayangan televisi untuk lebih menyempurnakan
setiap tayangan. Kemudian, pihak pengelola media harus memerhatikan dan lebih
merespon aspirasi yang dikemukakan oleh pemirsanya. Selanjutnya, KPI juga harus
berperan aktif. KPI harus lebih responsif dalam mengawasi program siaran
lembaga penyiaran dan jangan menunggu pengaduan dari masyarakat, sekaligus
mengantisipasi ditayangkannya aksi kekerasan secara eksesif. KPI harus bersikap
ketika melihat televisi yang eksesif menyiarkan aksi kekerasan. Untuk
kedepannya, harus ada pengawasan lebih ketat terhadap tayangan televisi,
terutama yang berbau kekerasan dan seksualitas. Yang terakhir, pihak pemerintah
harus berperan aktif memberikan sumbangan pada media massa tentang pendidikan.
Dari pembahasan
yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengaruh media massa
sangat besar bagi perkembangan anak baik secara fisik maupun psikis.
Selanjutnya, faktor yang paling utama bagi perkembangan anak adalah faktor
lingkungan keluarga. Kemudian, pada saat ini pengelolaan media massa masih
lebih berorientasi pada bisnis daripada dampak yang ditimbulkannya. Lalu, media
massa sangat efektif untuk penyampaian dan penyebaran informasi karena di
samping komunikatif juga mudah menjangkau seluruh lapisan daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Herwantiyoko,
Neltje F Katuuk. “MKDU Ilmu Sosial Dasar”. Depok : Gunadarma
CHAN,
Sam M, Tuti T Sam. “Analisis SWOT: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah”.
Jakarta : Rajawali Pers, 2013.
http://nilanurandriani.blogspot.co.id/2017/03/ilmu-sosial-dasar-anak-anak-cenderung.html