Senin, 20 Maret 2017

ILMU SOSIAL DASAR (ANAK-ANAK CENDERUNG MENIRU ADEGAN DI TELEVISI)

ILMU SOSIAL DASAR : ANAK-ANAK CENDERUNG MENIRU ADEGAN DI TELEVISI






Disusun Oleh:

Nama / NPM                  : Nila Nur Andriani /35416427
Kelas                              : 1ID05


JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2017



Ilmu Sosial Dasar

Ilmu Sosial Dasar (ISD) merupakan salah satu Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) di perguruan tinggi di Indonesia. Tema pokok perkuliahan ISD sebagai bagian dari MKDU adalah hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya. Hubungan tersebut dapat mewujudkan adanya kenyataan-kenyataan sosial dan masalah-masalah sosial dan inilah yang menjadi pusat perhatian dari Ilmu Sosial Dasar dan yang penelaahannya menggunakan pendekatan berbagai disiplin (interdisiplin dan atau multidisiplin) dengan memanfaatkan pengertian-pengertian (fakta, konsep, teori) yang berasal dari lapangan ilmu-ilmu sosial seperti : sejarah, ekonomi, geografi sosial, sosiologi, antropologi dan psikologi sosial.
Secara harfiah, Ilmu Sosial Dasar adalah pengetahuan yang menelaah masalah-masalah sosial, khususnya yang diwujudkan oleh masyarakat Indonesia dengan menggunakan pengertian-pengertian (fakta, konsep, teori) yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-ilmu sosial seperti: sejarah, ekonomi, geografi sosial, sosiologi, antropologi, psikologi sosial. Ilmu Sosial Dasar tidak merupakan gabungan dari ilmu-ilmu sosial yang dipadukan, karena masing-masing sebagai disiplin ilmu memiliki obyek dan metode ilmiahnya sendiri-sendiri yang tidak mungkin dipadukan. Ilmu Sosial Dasar bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri, karena Ilmu Sosial Dasar tidak mempunyai obyek dan metode ilmiah tersendiri dan juga ia tidak mengembangkan suatu penelitian sebagai mana suatu disiplin ilmu, seperti ilmu-ilmu sosial di atas.
Ilmu Sosial Dasar merupakan suatu bahan studi atau Program Pengerjaan yang khusus dirancang untuk kepentingan pendidikan/pengajaran yang di Indonesia diberikan di Perguruan Tinggi. Tegasnya mata kuliah Ilmu Sosial Dasar diberikan dalam rangka usaha untuk memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan guna mengkaji gejala-gejala sosial agar daya tanggap, persepsi dan penalaran mahasiswa dalam menghadapi lingkungan sosialnya dapat ditingkatkan, sehingga lebih peka terhadapnya.
Sebagai salah satu dari Mata Kuliah Dasar Umum, Ilmu Sosial Dasar mempunyai tujuan pembinaan mahasiswa agar mahasiswa dapat memahami dan menyadari adanya kenyataan-kenyataan sosial dan masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat, peka terhadap masalah-masalah sosial dan tanggap untuk ikut serta dalam usaha-usaha menanggulanginya, menyadari bahwa setiap masalah sosial yang timbul dalam masyarakat selalu bersifat kompleks dan hanya dapat mendekatinya (mempelajarinya) secara kritis-interdisipliner, memahami jalan pikiran para ahli dari bidang ilmu pengetahuan lain dan dapat berkomunikasi dengan mereka dalam rangka penanggulangan masalah sosial yang timbul dalam masyarakat.
Materi Ilmu Sosial Dasar terdiri atas masalah-masalah sosial. Untuk dapat menelaah masalah-masalah sosial, hendaknya terlebih dahulu kita dapat mengidentifikasi kenyataan-kenyataan sosial dan memahami sejumlah konsep sosial tertentu. Sehingga dengan demikian bahan pelajaran Ilmu Sosial Dasar dapat dibedakan atas tiga golongan, yang pertama kenyataan-kenyataan sosial yang ada dalam masyarakat, yang secara bersama-sama merupakan masalah sosial tertentu. Kedua, konsep-konsep sosial atau pengertian-pengertian tentang kenyataan-kenyataan sosial dibatasi pada konsep dasar atau elementer saja yang sangat diperlukan untuk mempelajari masalah-masalah sosial yang dibahas dalam Ilmu Pengetahuan Sosial. Ketiga, masalah-masalah sosial yang timbul dalam masyarakat, biasanya terlibat dalam berbagai kenyataan-kenyataan sosial yang antara satu dengan lainnya saling berkaitan.
Ruang lingkup perkuliahan Ilmu Sosial Dasar diharapkan mempelajari dan memahami adanya berbagai masalah kependudukan dalam hubungannya dengan perkembangan masyarakat dan kebudayaan, masalah individu, keluarga dan masyarakat, masalah pemuda dan sosialisasi, masalah hubungan antara warga negara dan negara, masalah pelapisan sosial dan kesamaan derajat, masalah masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan, masalah pertentangan-pertentangan sosial dan integrasi, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Anak-anak Cenderung Meniru Adegan di Televisi

Memasuki abad ke-21 saat ini, masyarakat dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa dunia telah diliputi oleh beragam informasi yang masuk dan keluar demikian bebas dan terbuka seakan-akan wilayah satu dengan lainnya tiada sekat. Kecenderungan global dalam hal informasi ini menciptakan interaksi dan interelasi demikian pendek, baik hubungan antarmanusia maupun antarnegara. Arus informasi yang tersalurkan melalui berbagai media ini dapat diperoleh atau sampai pada masyarakat dengan mudah dan cepat. Pesan-pesan atau nilai-nilai apapun yang terkandung dalam informasi tersebut dapat diserap oleh audience ‘penyimak’ secara langsung atau tidak langsung. Marshal Mc. pada 20 tahun yang lalu telah memperkirakan bahwa media menghasilkan pengaruh sosial dan psikologis pada audience, termasuk hubungan sosial yang khusus serta bentuk kesadaran dan cara berpikir yang khusus pula dengan isi yang disampaikan dalam keadaan yang sangat luas.
Arus informasi yang cepat melalui media massa berdampak pada aktivitas manusia yang membuat peradaban berubah menjadi global. Media massa adalah sebuah ungkapan yang mengandung pengertian sebagai proses penyampaian berita melalui sarana teknis untuk kepentingan umum dengan kelompok sasaran yang besar, di mana penerima dapat merespon berita yang telah diterima secara langsung. Ungkapan makna meliputi kegiatan dalam jangkauan yang tidak terbatas baik melalui auditif maupun visual, dan atau keduanya.
Saat ini, di negara-negara industri setiap keluarga memiliki berbagai macam alat/media elektronik atau media cetak, baik berupa radio, televisi, VCD, komputer, koran, majalah, dan buku-buku. Baik orang dewasa maupun anak sudah tidak asing lagi terhadap benda-benda tersebut. Melalui media tersebut mereka dapat menerima informasi dan pengalaman yang tidak mereka temukan sebelumnya. Dengan demikian, media tersebut sangat efektif sebagai sarana dalam dunia pendidikan. Media dapat menambah pengetahuan dan membentuk perkembangan kemampuan serta keterampilan anak. Media massa akan memperluas lingkungan dan bentuk-bentuk baru dari pengalaman mereka.
Bagi anak-anak dan remaja, media massa merupakan sumber informasi penting tentang dunia sekeliling mereka. Banyaknya jumlah informasi yang mereka peroleh akan memberi atau meningkatkan wawasan serta pola pikir yang lebih maju dan juga kreatif. Dengan demikian, informasi menjadi kebutuhan yang penting bagi setiap insan, tidak hanya bagi remaja maupun anak-anak. Media massa selain memberikan informasi dan membawa hasil budaya ke dalam rumah, ia juga berperan sebagai media hiburan. Dengan demikian, media massa dapat berfungsi sebagai pelengkap dalam dunia pendidikan, lebih khusus lagi bagi pendidikan anak-anak. Bagi anak-anak yang tidak memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan pendidikan formal, media massa dapat berperan sebagai pemberi informasi dan hiburan. Media ini menyajikan hubungan yang sangat penting antara individu dengan masyarakat.
Media massa selain memiliki sisi positif seperti yang telah dipaparkan, ia juga dapat menimbulkan dampak negatif atau menimbulkan problema tertentu, terutama di negara-negara industri. Sebagaimana dikemukakan oleh Tandowidjojo, ada sejumlah alat komunikasi massa yang kehadirannya tidak dapat dihindari. Alat-alat komunikasi seperti radio, koran, televisi, dan komputer telah mengubah rangsangan pendengaran dan penglihatan dalam rumah tinggal. Begitu banyak dan kuatnya arus informasi yang luar biasa itu, justru telah menjadikan media gagal mencukupi kebutuhan anak remaja. Hampir semua orang tua berpendapat bahwa anak-anak mereka lebih memilih media massa sebagai media hiburan daripada media untuk belajar meningkatkan pengetahuannya. Selain itu, anak-anak juga lebih senang membeli buku-buku komik daripada membeli buku pelajaran atau buku-buku pengetahuan. Anak-anak juga lebih senang membuka-buka internet dan mendengarkan musik di radio atau kaset lagu kesenangannya daripada memikirkan bagaimana meningkatkan pengetahuan diri atau keterampilan yang sangat bermanfaat bagi dirinya. Anak-anak dan remaja memang telah menjadi sasaran empuk dari penyalahgunaan media massa.
Terdapat pro dan kontra tentang manfaat penggunaan media massa, di satu sisi secara tidak langsung dapat memberikan informasi dan pengalaman kepada anak dan remaja. Di sisi lain, media dapat menimbulkan harapan-harapan palsu atau menghalangi pencerahan pengalaman anak itu sendiri. Lebih-lebih jika media tersebut menampilkan materi acara yang isinya tidak bernilai pendidikan seperti yang diharapkan. Misalnya, acara-acara yang ditampilkan dari media massa tersebut banyak yang mengandung unsur-unsur kekerasan, nafsu birahi, konflik terbuka, dan sebagainya yang semuanya itu hanyalah merupakan suatu bentuk kenikmatan yang semu dan berjangka waktu relatif singkat. Pada kenyataannya, kondisi tersebut disikapi oleh masyarakat dengan beragam tanggapan. Ada di antaranya yang melihat bahwa kesenjangan pendidikan di masyarakat sangat beragam menangkap media informasi yang sampai kepadanya. Lebih lagi dari isi pesan yang disampaikan media, seperti kekerasan, seks, hilangnya rasa kemanusiaan dan solidaritas, kemalasan, dan sebagainya.
Kemajuan budaya yang sangat pesat ditandai dengan hadirnya media massa pada era informasi di tengah-tengah masyarakat. Untuk memperoleh informasi dan hiburan masyarakat dapat memilih media massa yang disukai baik televisi, radio, video game, surat kabar, komputer, dan sebagainya. Namun demikian, kebutuhan masyarakat akan informasi dan hiburan yang sarat dengan pendidikan kurang terpenuhi oleh berbagai media massa yang ada. Sebagai contoh, acara televisi yang disajikan sangat sedikit porsi untuk pendidikan, tetapi lebih memprioritaskan segi untung rugi dari setiap penayangannya. Di samping itu, kurang memerhatikan dampak yang telah ditayangkan bagi perkembangan anak khususnya maupun khayalan-khayalan yang merasuk pada setiap pemirsa. Jika diperhatikan sesungguhnya dalam kenyataan terdapat kecenderungan bahwa penonton televisi telah didominasi oleh kalangan anak-anak dan remaja yang justru banyak terkena dampak siaran televisi tersebut.

Keunggulan media televisi jika dibandingkan dengan media lain adalah:
1.      Mudah masuk ke sasaran pemirsa, sehingga dapat dengan mudah memengaruhi perilaku manusia.
2.      Lebih menarik dari segi hiburan karena dengan pengolahan teknologi yang canggih.
3.      Memiliki daya jangkau yang luas.
4.      Dapat memberikan informasi yang aktual dalam tempo yang bersamaan dan cepat.
5.      Memiliki dunia bisnis.
6.      Lebih murah dalam pembiayaan, dan lain-lain.

Sebagai media massa, televisi seharusnya mampu melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1.      Melakukan seleksi, evaluasi, dan interpretasi terhadap informasi (televisi harus melakukan seleksi mengenai apa yang perlu dan pantas untuk ditayangkan).
2.      Sebagai sarana untuk menyampaikan nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
3.      Sebagai media hiburan, televisi sesuai fungsinya itu orang akan menyaksikannya.
Sampai saat ini, stasiun televisi yang ada di Indonesia yang menunjukkan tingkat kepedulian yang serius terhadap pendidikan anak dalam tayangan siaran-siarannya masih sangat sedikit. Walaupun begitu, pernah ada dalam sejarah pertelevisian di negara ini sebuah stasiun televisi yang mengkhususkan diri dalam bidang pendidikan ini. Sebagaimana kita ketahui, saat ini keberadaan televisi di Indonesia bagaikan jamur yang bersemi di musim hujan. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa stasiun televisi yang perannya sangat strategis tersebut tidak berusaha mengoptimalkan perannya sebagai media pendidikan. Hal tersebut tampaknya tidak mudah untuk dijawab secara sederhana karena keberlangsungan siaran televisi sangat tergantung pada dana yang menopang siarannya. Dengan demikian, tampaknya hal itu tidak lepas dari subsidi pemerintah, penjualan airtime untuk iklan, sponsor, dan faktor lain yang ikut berperan serta dalam keberlangsungan sebuah siaran.
Kekhawatiran masyarakat terhadap siaran televisi yang karena tidak memihak pada pemirsa dapat dikatakan sudah sangat memprihatinkan. Namun demikian, ada juga pihak-pihak tertentu yang sangat menyambut gembira dengan membanjirnya media massa tersebut. Menurut Wardiman, siaran televisi turut memberikan kontribusi terhadap maraknya kenakalan remaja. Hal tersebut didukung hasil penelitian bahwa tayangan film televisi untuk anak-anak lebih banyak menunjukkan adegan-adegan anti-sosial bila dibandingkan dengan adegan-adegan  prososial. Pendapat yang berlawanan dengan pendapat tersebut di atas datang dari pihak TV swasta itu sendiri, yaitu kurang begitu yakin kalau tayangan televisi mempunyai pengaruh buruk terhadap perilaku masyarakat (baca: anak). Hal tersebut merupakan hal yang wajar sebagai pembelaan diri. Demikian pula pendapat Handiyanto yang menyatakan bahwa media massa sebenarnya hanya menimbulkan efek yang kecil bahkan tidak menimbulkan efek apa pun pada khalayak yang selektif.
Tetapi ada beberapa bukti menunjukkan bahwa televisi memengaruhi pandangan anak-anak terhadap realitas sosial sangat melimpah. Salah satunya adalah televisi pada umumnya menyajikan pandangan-pandangan yang stereotip mengenai peranan laki-laki dan terutama wanita. Sejumlah kajian menunjukkan bahwa pemirsa yang senang menonton televisi sejak umur tiga tahun memiliki pandangan yang stereotip tentang peran pria wanita dibandingkan dengan para penonton biasa lainnya. Selain itu, anak-anak perempuan yang menonton acara-acara komersial yang menekankan pentingnya kecantikan fisik cenderung lebih setuju dengan pernyataan bahwa kecantikan itu secara pribadi sangat didambakan dan kecantikan itu penting artinya agar populer di kalangan laki-laki. Pengaruh komersial lain yang menunjukkan bahwa anak-anak dari semua kelompok umur cenderung menganggap ciri-ciri dari acara komersial untuk mainan anak-anak perempuan itu sebagai ciri-ciri wanita, sedangkan ciri-ciri acara komersial untuk mainan laki-laki sebagai ciri laki-laki, dan anggapan ini semakin kuat seiring bertambahnya umur.
Pro dan kontra pendapat tentang dampak pertelevisian, sebenarnya tidak perlu diperdebatkan karena memang akan selalu terjadi dua kubu, yaitu kubu positif dan kubu negatif pada setiap hal. Untuk itu, perlu dihindari hal-hal yang merugi dan prioritas yang menimbulkan hal yang positif. Dengan kata lain, hal-hal yang negatif perlu diminimalisasi dan yang menguntungkan orang banyak perlu mendapat dukungan dari semua pihak. Berdasarkan latar belakang dan realita di lapangan, terdapat berbagai permasalahan yang berhubungan dengan hal di atas. Pada kesempatan ini pembahasan hanya menitikberatkan pada bagaimana pengaruh media massa terhadap perubahan perilaku anak.
Salah satu kasus tentang dampak negatif siaran televisi yang memengaruhi perilaku anak dimuat dalam kompas.com pada Senin, 28 Mei 2012 pukul 22:49 WIB “Adit (5 tahun) asyik menonton film kartun yang ditayangkan sebuah stasiun televisi. Ketika si ‘jagoan’ di film itu berhasil memukul lawannya sampai terkapar, balita itu bersorak senang, sementara pengasuh yang mendampinginya, sibuk menulis layanan pesan singkat (sms). Setiap hari berbagai stasiun televisi menayangkan film dan sinetron yang penuh dengan adegan kekerasan dan mistik yang ditonton oleh keluarga termasuk anak-anak. Hasil kajian Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, misalnya mencatat, rata-rata anak usia sekolah dasar menonton televisi antara 30-35 jam setiap minggu. Artinya pada hari-hari biasa mereka menonton tayangan televisi lebih dari 4-5 jam sehari. Sementara di hari Minggu bisa 7-8 jam. Jika rata-rata 4 jam sehari, berarti setahun sekitar 1.400 jam. Ini berarti anak-anak meluangkan lebih banyak waktu untuk menonton televisi daripada untuk kegiatan apa pun, kecuali tidur. Pada umumnya anak-anak selalu meniru apa yang mereka lihat, tidak tertutup kemungkinan perilaku dan sikap mereka akan meniru kekerasan yang ditayangkan di televisi yang mereka tonton. Bentuk peniruan yang dilakukan anak-anak adalah ucapan kasar, menendang, memukul, mendorong, saat bermain dengan temannya. Hal ini disebabkan karena tidak diawasinya anak-anak dengan baik saat menonton televisi meski di layar diterakan kata-kata dengan bimbingan orangtua (BO), dewasa (DW) dan remaja (R).”
Sebagai media audio visual, televisi mampu merebut 94 persen saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga. TV mampu membuat orang pada umumnya mengingat 50 persen dari apa yang mereka lihat dan dengar dilayar, walaupun hanya sekali ditayangkan. Kekuatan media televisi dan film dapat membahayakan rangsangan emosi dalam situasi yang tidak memiliki konsekuensi dengan media, nyata benar-benar dapat menghilangkan kepekaan perasaan seseorang. Kekerasan yang ditayangkan di televisi membuat anak-anak justru lebih dapat melakukan tindakan menyerang kepada anak-anak lainnya dan secara emosional kurang memberikan reaksi terhadap kekerasan itu sendiri. Ketika mereka melihat seseorang yang benar-benar terbunuh menganggap hal itu bukan merupakan persoalan yang benar, mereka mengira hatinya telah berubah menjadi sekeras batu karang.
Hal di atas terjadi karena anak menyaksikan acara yang tidak sesuai dengan perkembangan jiwanya. Misalnya, anak di bawah umur menyaksikan adegan film yang seharusnya tidak boleh disaksikan oleh anak seusianya. Pengaruh media elektronik pada tingkah laku anak amat membahayakan untuk jangka panjang. Selain itu, hal ini juga disebabkan oleh kurangnya pengawasan dan kurangnya kesadaran orang tua terhadap dampak kebebasan media yang kurang baik terhadap anak-anak. Memang dengan media massa, anak akan mudah memperoleh pengetahuan baru dan wawasan baru, yang dapat meningkatkan kreativitas anak. Di samping itu, media massa juga dapat menjadi pengisi waktu dan juga sebagai hiburan. Namun, di Indonesia porsi hiburan ini begitu mendominasi sehingga amat mengkhawatirkan bagi pendidikan anak. Dalam keadaan tersebut media sering mengambil peran yang tidak menguntungkan bagi perkembangan anak, baik fisik maupun psikis. Pihak TV kurang meyakini bahwa tayangan mereka dapat membawa pengaruh negatif terhadap perilaku anak.
Kasus tersebut dapat diselesaikan dengan beberapa solusi. Yang pertama, orang tua perlu mendampingi anak-anaknya saat menonton televisi. Orang tua harus matikan televisi apabila saluran televisi tersebut menayangkan berita atau film kekerasan, serta memberikan pemahaman kepada anak-anak tentang tayangan mana yang bisa mereka tonton dan mana yang tidak boleh. Kemudian, orang tua harus membekali anak-anak mereka dengan nilai-nilai moral, terlebih lagi nilai-nilai agama sejak dini. Lalu, orang tua juga harus mencarikan alternatif kegiatan yang akan membuat anak tertarik dan senang sekaligus membuat anak melupakan tontonan televisi yang mencandukan, misalnya dengan memberikan anak les sesuai dengan bakatnya, seperti les musik, balet, dan lain-lain, karena hal tersebut selain menghindarkan anak dari kecanduan televisi juga dapat meningkatkan keterampilan dan bakat anak.
Selanjutnya, pihak pengelola media massa juga harus memprioritaskan dampak positif khususnya pada anak dan meminimalisasi dampak negatif. Pengelola program tayangan televisi mempunyai tanggungjawab untuk melakukan penyaringan acara-acara yang ditayangkan, acara yang tidak pantas harus dikurangi, karena Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang memiliki peran sebagai lembaga pengontrol program tayangan televisi dapat memberikan peringatan bahkan menghentikan tayangan televisi yang tidak sesuai dengan aturan dan budaya Indonesia. Kekhawatiran orang tua kepada anak-anaknya terhadap beberapa tayangan televisi harus menjadi motivasi dan tantangan pihak pengelola program tayangan televisi untuk lebih menyempurnakan setiap tayangan. Kemudian, pihak pengelola media harus memerhatikan dan lebih merespon aspirasi yang dikemukakan oleh pemirsanya. Selanjutnya, KPI juga harus berperan aktif. KPI harus lebih responsif dalam mengawasi program siaran lembaga penyiaran dan jangan menunggu pengaduan dari masyarakat, sekaligus mengantisipasi ditayangkannya aksi kekerasan secara eksesif. KPI harus bersikap ketika melihat televisi yang eksesif menyiarkan aksi kekerasan. Untuk kedepannya, harus ada pengawasan lebih ketat terhadap tayangan televisi, terutama yang berbau kekerasan dan seksualitas. Yang terakhir, pihak pemerintah harus berperan aktif memberikan sumbangan pada media massa tentang pendidikan.
Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengaruh media massa sangat besar bagi perkembangan anak baik secara fisik maupun psikis. Selanjutnya, faktor yang paling utama bagi perkembangan anak adalah faktor lingkungan keluarga. Kemudian, pada saat ini pengelolaan media massa masih lebih berorientasi pada bisnis daripada dampak yang ditimbulkannya. Lalu, media massa sangat efektif untuk penyampaian dan penyebaran informasi karena di samping komunikatif juga mudah menjangkau seluruh lapisan daerah.


  
DAFTAR PUSTAKA
Herwantiyoko, Neltje F Katuuk. “MKDU Ilmu Sosial Dasar”. Depok : Gunadarma

CHAN, Sam M, Tuti T Sam. “Analisis SWOT: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah”. Jakarta : Rajawali Pers, 2013.
http://nilanurandriani.blogspot.co.id/2017/03/ilmu-sosial-dasar-anak-anak-cenderung.html